Lokasi
IPB Goes to Field (IGTF) Kabupaten
Pasuruan tepatnya di Desa Randuati, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan.
Secara umum wilayah IPB Goes to Field
ini merupakan wilayah dataran rendah. Lokasi IGTF Pasuruan terletak di sekitar
pesisir pantai dengan jarak sekitar dua kilometer dari lokasi. Sasaran lokasi
IGTF Kabupaten Pasuruan adalah di kelompok Tani Mukti 2, Desa Randuati,
Kecamatan Nguling Pasuruan. Desa Randuati terbagi kedalam dua Dusun, yakni
Dusun Krajan dan Dusun Batuan. Dasar pemilihan lokasi IGTF di Desa Randuati
adalah potensi ternak yang sangat tinggi di daerah ini. Rata-rata kepemilikan
sapi per keluarga adalah empat sampai lima ekor sapi. Satu desa dapat mencapai
populasi 1500 ekor sapi menurut informasi dari Dinas Peternakan Kabupaten
Pasuruan. Jenis kegiatan yang dilakukan adalah penggemukan dan pengembangbiakan
sapi. Sapi yang paling banyak dipelihara adalah sapi Peranakan Ongole (PO), dan
ada juga sapi persilangan. Kebanyakan warga memilih untuk melakukan Inseminasi
Buatan (IB) untuk mengembangbiakkan sapi, mereka jarang menggunakan pejantan
sebagai pemacek (pejantan untuk kawin), oleh karena itu sapi betina di Desa
Randuati memiliki populasi yang lebih banyak dibanding sapi jantan. Inseminasi
Buatan yang digunakan kebanyakan adalah sapi limousin, sebab dengan menggunakan
IB sapi limousin maka harga pedet yang dihasilkan akan lebih mahal jika
dibanding sapi PO.
Kelompok Tani mukti memiliki anggota sekitar 20 orang, dengan ketua kelompok adalah Bapak Misnatun. Kelompok tani belum berkembang dengan baik dari segi administrasi dan keanggotaan. Sudah ada bantuan berupa sapi untuk kelompok tani tersebut, yang diperlukan adalah kesadaran untuk hidup berkelompok masih kurang. Kendala secara umum adalah pakan, sebab dimusim kemarau Desa Randuati sangat kering dan sulit mendapatkan hijauan pakan ternak. Pakan yang sering diberikan adalah jerami padi, tebon jagung, dan pucuk tebu. Itupun kalau sedang dilakukan panen dilahan sendiri, jika tidak ada panen mereka bahkan rela untuk membeli rumput gajah atau pucuk tebu dari pemilik lahan dengan harga sekitar sepuluh ribu per ikat. Tentunya pencarian pakan yang cukup jauh ini tidak efisien, karena para peternak di Desa Randuati juga harus menggarap sawah atau ladang. Ketersediaan penyuluh peternakan yang sangat terbatas, kalaupun ada penyuluh warga mengeluhkan program yang diberikan terlalu susah untuk dilaksanakan, warga menginginkan program yang sederhana saja sehingga mudah dilaksanakan oleh peternak atau petani. Secara umum kondisi Sumber Daya Manusia di Desa Randuati memang terbatas, kebanyakan mereka adalah lulusan Sekolah Dasar. Sebab warga Desa Randuati masih memiliki kepercayaan bahwa wanita harus nikah muda, jika wanita usia 16 tahun maka sudah selayaknya untuk menikah, bahkan jika usianya sudah menginjak 20 tahundan belum menikah, wanita ini akan dianggap perawan tua. Kepercayaan inilah yang membuat kebanyakan remaja di Desa Randuati tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Aktivitas
yang dilakukan oleh warga untuk menuju ke sawah sekitar pukul lima pagi,
sekaligus mencari rumput untuk sapi. Sehingga suasana Desa di pagi hari cukup
lengang sampai waktu dzuhur tiba. Pencarian pakan yang terlalu pagi
mengakibatkan risiko penyakit kecacingan pada sapi lebih tinggi. Kondisi sapi
secara umum mengalami malnutrisi atau kurang gizi sehingga tubuhnya kurus.
Selain itu pengolahan limbah belum maksimal, walaupun sudah ada bantuan berupa
instalasi biogas. Pemanfaatan kotoran sebagai pupuk belum optimal, sebab belum
ada pengolahan kotoran lebih lanjut sebgai pupuk. Penataan pembuangan kotoran sangat
tidak baik, sebab menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitar. Penangannan
limbah peternkan masih memprihatinkan, sehingga penyuluh peternakan seharusnya
bisa memberikan sosialisasi yang berguna untuk penanganan limbah peternakan.
Pelaksanaan Kegiatan Utama
Inovasi yang
diperkenalkan kepada warga Desa Randuati cukup banyak, tetapi mahasiswa lebih
berkosentrasi kepada metode pengolahan pakan. Mahasiwa IGTF Pasuruan
mencanangkan kegiatan lumbung pakan yang diharapkan akan mampu memperbaiki
kondisi pakan sapi di wilayah ini. Tahap awal adalah merancang sistem dan
fungsi, sedangkan bangunan dan fasilitas fisik lain bisa menyusul dan dapat
diajukan ke Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan. Fungsi lumbung pakan ini
adalah untuk menguatkan kembali kelompok tani dengan cara mencari pakan secara
kolektif dan melakukan pengolahan secara bersama-sama, sehingga sewaktu musim
kemarau tiba pakan yang diawetkan dapat dipakai secara bersama-sama. Pelatihan
teknologi pakan yang dilakukan adalah teknologi pengolahan pakan Hijauan
Fermentasi (Hi-Fer). Penyuluhan mengenai penyakit kecacingan pada sapi,
pengendalian, dan cara mengatasi kecacingan secara sederhana. Kemudian ada
pelatihan pengolahan limbah peternakan menjadi pupuk padat Bokashi, pupuk
biourin, dan pengolahan silase melalui poster yang dibagikan kepada warga.
Berdasarkan rencana dari Institut Pertanian Bogor bahwa Desa Randuati akan
digunakan sebagai wilayah SPR (Sekolah Peternakan Rakyat) sehingga mahasiswa
juga memiliki tugas untuk melakukan pendataan ternak dan memperkenalkan SPR
kepada warga.
Gambar
1. Penyambutan dan diskusi dengan Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan
(3 Agustus 2015)
Kegiatan yang pertama
dilakukan adalah diskusi dengan Dinas Peternakan mengenai kondisi secara umum
Desa Randuati Kecamatan Nguling. Menurut Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan,
sebenarnya potensi yang paling besar di Kabupaten Pasuruan adalah komoditi Sapi
Perah. Untuk produksi sapi perah di Kabupaten Pasuruan sudah cukup maju dan
baik. Tetapi atas permintaan IPB bahwa akan dilakukan pembentukan SPR mengenai
sapi pedaging, maka Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan memberikan rekomendasi
untuk melaukan IGTF di Kecamatan Nguling. Berdasarkan hasil diskusi, mahasiswa
mendapatkan info-info penting mengenai kondisi wilayah dan kondisi sosila
masyarakat, sehingga mahasiwa memiliki rancangan kegiatan yang harus dilakukan
di Desa Randuati. Kepala Dinas sangat antusias dengan kedatang tim IGTF
Kabupaten Pasuruan, dan mereka sangat tertarik dengan program SPR, walaupun
mereka sebenarnya ingin dibuatkan SPR untuk sapi perah, bukan sapi potong.
Mengingat komoditi sapi perah di Kabupaten Pasuruan jaub lebih menjanjikan
dibanding sapi potong. Di Pasuruan telah berdiri banyak industri peternakan,
diantaranya Indolacto, dan Nestle. Sehingga budidaya sapi perah sangat
menjanjikan.
Gambar
2. Membantu warga panen padi (5 Agustus 2015)
Membantu warga panen
padi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan, selain berguna untuk
pendekatan kepada masyarakat, kegiatan ini juga berguna untuk mendapatkan
jerami padi sebagai bahan pelatihan pembuatan pakan Hi-Fer. Sebab mencari bahan
untuk pembuatan pakan hujauan Hi-Fer di Desa Randuati tidak gampang, disisi
lain kita harus berebut dengan warga yang ingin mencari untuk pakan ternaknya.
Tetapi bukan berarti mahasiswa beradu otot dengan warga, tetapi mahasiswa
terlebih dahulu memesan kepada pemilik sawah untu mendapatkan jerami padi dari
hasil panen padi di sawah yang di bantu oleh mahasiswa dalam mengaritnya.
Selanjutnya jerami yang sudah terkumpul diangkut ke rumah warga yang digunakan
menginap oleh mahasiswa putra, di rumah mbah Dul inilah jerami padi mulai
diolah menjadi Hi-Fer. Pengolahan ini bertujuan untuk memberi contoh kepada
warga Desa Randuati, sehingga nanti setelah produk Hi-Fer ini berhasil,
mahasiswa dapat memberikan pelatihan sekaligus contoh kepada warga.
Sebelum diolah menjadi Hi-Fer, jerami
padi dicacah terlebih dahulu kemudian ditimbang untuk mengetahui perbandingan
bahan-bahan yang akan ditambahkan dalam proses fermentasi hijaun pakan ini.
Gambar
6. Tim Mahasiswa IGTF Kabupaten Pasuruan melakukan persiapan bahan pembuatan
Hi-Fer (7 Agustus 2015)
Pencampuran
bahan pembuatan Hi-Fer, yaitu aditif fermentasi dan tetes tebu atau molases.
Sebelumnya bahan-bahan ini telah ditakar terlebih dahulu, sesuai dengan bobot
hijauan pakan yang ingin dibuat Hi-Fer.
Gambar
7. Pencampuran jerami padi dengan cairan fermentasi (7 Agustus 2015)
Gambar 8. Memasukkan
jerami yang telah dicampur kedalam kantong kedap udara
(7 Agustus 2015)
Setelah dimasukkan dan
ditutup rapat, Hi-Fer dapat di berikan pakan kepada ternak setelah 7-10 hari
kemudian, dan Hi-Fer ini bisa disimpan dalam kurun waktu sampai dua tahun,
sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan lumbung pakan. Selain itu
penggunaan Hi-Fer sebagai pakan sapi tidak ada batasannya, penggunaannya sama
seperti rumput biasa, tetapi jumlahnya bisa ditekan. Apabila hijauan biasa sapi
akan cukup mengkonsumsi sampai 20 kilogram, tetapi jika diolah menjadi Hi-Fer
sapi cukup memakan sekitar 11 kilogram per sapi per hari. Sehingga penggunaan
pakan Hi-Fer ini menjadi lebih efisien dibanding dengan pakan biasa. Selain itu
pengolahannya yang cukup mudah dan tidak membutuhkan bahan yang sulit dicari.
Hanya saja aditif fermentasi yang hanya bisa diperoleh dari IPB, sehingga warga
bisa memperoleh aditif fermentasi dengan mengajukan kepada Dinas Peternakan
Pasuruan, dan IPB akan menyampaikan kepada Dinas Peternakan untuk disalurkan ke
warga.
Kegiatan
sosialisasi berlangsung sangat meriah, warga sangat antusias dengan pelatihan
teknologi pengolahan pakan Hi-Fer. Kegiatan sosialisasi ini dihadiri oleh lebih
dari 50 warga Desa Randuati, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan beserta
staff nya, petugas kecamatan, pamong desa, Kepala LPPM IPB, Wakil Kepala LPPM
Bidang Penelitian, dan Sekretaris LPPM IPB beserta staff. Sosialisasi ini juga
berperan memperkuat kelompok tani dan memperkenalkan SPR kepada warga. Setelah
sosialisasi secara lisan selesai, dilakukan pelatihan atau praktek secara
langsung pembuaatan Hi-Fer agar warga lebih siap untuk melakukan secara
mandiri.
Gambar
11. Bersama warga praktek secara langsung pembuatan Hi-Fer (12 Agustus 2015).
Sosialisasi di Balai Desa Randuati-Nguling-Pasuruan
Kegiatan
sosialisasi dan praktek pembuatan Hijauan Fermentasi (Hi-Fer) sudah
dilaksanakan, selanjutnya dilakukan kembali penyebaran formulir analisis
strategi nafkah rumah tangga peternak sembari menunggu proses fermentasi Hi-Fer
selesai dan berhasil. Setelah proses fermentasi Hi-Fer selesai dilakukan
analisis palatabilitas (daya suka) pakan Hi-Fer terhadap sapi dengan cara
mencobakannya pada beberapa sapi warga.
Tanggal 20 Agustus
dilakukan supervisi oleh Dosen Koordinator IGTF Pasuruan yaitu Dr. Suryahadi,
DEA. Beliau secara langsung melakukan uji coba hasil pembuatan Hi-Fer kepada
sapi warga, dan hasilnya sangat memuaskan. Sapi sangat menyukai aroma Hi-fer,
sehingga nafsu makan sapi akan meningkat, dengan meningkatnya nafsu makan sapi
maka bobot badan sapi akan terus naik. Kedatangan beliau juga bersama Staff
Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan yaitu Bapak Gustaf Eko, sehingga pada momen
ini langsung disampaikan keinginan dan tujuan dari kami untuk membuat
lumbung/bulog pakan guna meningkatkan kualitas ternak sapi potong di Desa
Randuati, Nguling, Pasuruan. Karena melihat program teknologi pakan Hi-Fer ini
cukup potensial, pihak Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan memiliki rencana
untuk membuat bangunan yang b erfungsi sebagai penyimpanan pakan Hi-Fer untuk
kedepannya.
ket : Studi banding ke Loka Penelitian Sapi Potong di Grati - Pasuruan
ket : foto bersama pimpinan LPPM IPB
ket : Studi banding ke Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Malang